Info bisnis Terpercaya
- Cara mudah miliki rumah senilai 150juta hanya dengan 5,6juta TANPA RIBA
- Trik membuat aplikasi dengan mudah tanpa programan...
- Belajar bahasa arab sambil bersedekah
- Aplikasi Android Penghasil Pulsa dan Uang Tanpa Batas
- Thema Blogger dan Wordpress Responsif ,Seo terkere...
- Bisnis nyata modal minim untung berjuta-jutaan
- pembuatan aplikasi hingga menghasilkan dollar setiap hari
- Cara membuat Aplikasi Android tanpa kodingan
- Trick Meningkatkan Traffik Pengunjung 10.000 Perhari Secara Alami (www.hatiakuislam.com)
- Khusus pengguna kartu 3 dapatkan pulsa secara gratis tanpa banyak syarat disini
- Aplikasi terbaik untuk mendapatkan pulsa gratis de...
September 18, 2017
Dakwah dari jajahan iblis laknatullah Erdogan dan pendukungnya ( arabi21 . com ) dakwatuna . com – Ankara. Krisis kemanusiaan yang kia...
Bersama Erdogan, Turki Menjelma Jadi “Negara Berkemanusiaan”
Bersama Erdogan, Turki Menjelma Jadi “Negara Berkemanusiaan”
Bersama Erdogan, Turki Menjelma Jadi “Negara Berkemanusiaan”
Dakwah dari jajahan iblis laknatullah
dakwatuna.com –
Ankara. Krisis kemanusiaan yang kian memburuk, termasuk pembantaian
Muslim Rohingya di Myanmar, mengundang kecaman luas dari dunia
internasional. Namun, hanya beberapa saja dari kecaman itu yang
diwujudkan dalam tindakan nyata.
Terkait tragedi Rohingya, sejauh ini
negara-negara mayoritas muslim seperti Indonesia, Malaysia, Bangladesh,
Pakistan, masih berupaya memberikan tekanan pada pemerintah Myanmar.
Tapi respon yang paling kuat dan paling sering, justru datang dari
negara dua benua, Turki.
Faktanya, Presiden Turki Recep Tayyip
Erdogan seakan telah berjanji pada dirinya sendiri. Yaitu janji untuk
menjadi corong internasional bagi Muslim Rohingya.
Menurut pemerintah Turki, Erdogan adalah
orang pertama yang mengarahkan pengiriman bantuan kemanusiaan ke
Myanmar. Tentunya dengan mengupayakan izin khusus untuk hal itu. Di sisi
lain, pihak Yangoon melarang bantuan kemanusiaan dari PBB untuk sampai
ke Rohingya dengan latar belakang adanya tindak kekerasan.
Pada 07 September lalu, Badan Koordinasi
dan Bantuan Turki (TIKA), tercatat sebagai organisasi kemanusiaan asing
pertama yang memasuki zona konflik di Myanmar. TIKA yang dibawah kendali
PM Turki itu mengantarkan sekira 1000 ton bantuan baik makanan maupun
obat-obatan.
Rupanya kepedulian Turki tidak cukup hanya
di situ. Beberapa waktu lalu, ibu negara Turki, Emine Erdogan,
melakukan kunjungan langsung ke tenda-tenda pengungsian di perbatasan
Bangladesh – Myanmar. Selain untuk melihat situasi secara langsung,
kunjungan juga bermaksud memberikan bantuan kepada pemerintah
Bangladesh.
Kecaman Keras
Pada tahap ini, Erdogan tampak
memanfaatkan posisinya sebagai ketua Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Dalam pertemuan KTT Sains dan Teknologi di Astana, Kazakhstan, Erdogan
secara resmi mengutuk perlakuan Myanmar pada Muslim Rohingya.
“Tindak kekerasan yang menimpa kaum Rohingya tiada lain adalah pembantaian,” katanya mewakili anggota-anggota OKI.
Jauh sebelum itu, sejak 20 Agustus lalu
Erdogan telah melakukan berbagai manuver untuk memobilisasi para
pemimpin negara Islam. Tujuannya tidak lain adalah untuk berupaya
mengirimkan tekanan pada Myanmar.
Pada 31 Agustus, Erdogan mengontak para
pimpinan Mauritania, Pakistan, Iran, dan Qatar, untuk bergabung ke dalam
kekuatan bersama. Harapannya, adalah untuk mencapai langkah-langkah
menghentikan tindak kekerasan pada Muslim Rohingya.
Perhatian pada Rohingya ternyata tidak
hanya ditunjukkan oleh Erdogan sebagai Presiden Turki. Para politisi
Turki lainnya juga melakukan hal yang sama. Di antaranya Menlu Mevlut
Covusoglu dan Wakil PM Mohammad Shimshak.
Ambisi Global
Di bawah kepemimpinan Presiden Erdogan
dengan Partai AKP-nya, Turki seakan mengalami pergeseran dalam kebijakan
luar negeri. Yaitu, dengan memfokuskan pada selatan dunia. Pergeseran
kebijakan luar negeri Turki ini bersamaan dengan kemunduran Amerika
Serikat dari kepemimpinan dunia.
Hal itulah yang disampaikan dua akademisi
dari Universitas Bilkent, Ankara, yaitu Pinar Bilgin dan Ali Biljic.
Menurut keduanya, filosofi kebijakan luar negeri Turki menjadi
berdasarkan apa yang disebut “Geografis Kebijakan Peradaban” dan
“Pemahaman budaya dan peradaban sebagai penentu perilaku internasional”.
Masih menurut mereka, doktrin politik baru
di Turki bertujuan untuk menjadikannya jantung bagi masalah geopolitik
antara Barat dan Asia. Partisipasi global ini dihubungkan dengan warisan
politik Turki, terutama didasarkan pada sejarah Asia Tengah dan warisan
Utsmaniyah.
Transformasi ini sudah pernah disinggung
pada tahun 2000 oleh mantan Perdana Menteri (PM) Turki, Ahmed Dovutoglu.
Bahkan di tahun 2010, ia disebut-sebut sebagai “Dalang kebangkitan
global di Turki.”
Di bawah Dovutoglu, laju diplomasi internasional Turki berkembang secara signifikan. Terutama di dua benua, Asia dan Afrika.
Pada tahun 2012, Turki membuka kantor
kedutaannya di Myanmar untuk pertama kalinya. Hal ini untuk memanfaatkan
peluang perdagangan potensial, selain juga memperhatikan permasalahan
Rohingya.
Setahun setelahnya, 2013, Dovutoglu
melakukan peninjauan langsung di tenda-tenda pengungsian. Ia juga
menyeru pemerintah Myanmar memperluas pemberian status kewarganegaraan
pada kaum Rohingya.
Kunjungan itu rupanya bersamaan dengan
munculnya arah kebijakan luar negeri baru di Turki. Hal ini yang sesuai
dengan obsesi yang sudah lama diperjuangkan, yaitu menjadikan Turki
sebagai kekuatan kemanusiaan atau “Negara Berkemanusiaan”. Sebagaimana
dikemukakan oleh dua akademisi Turki lainnya, Fouad Kiman dan Onur
Zaczek.
Sementara itu, Turki mendukung obsesinya
dengan menguatkan pembiayaan khusus untuk bantuan kemanusiaan dalam lima
tahun terakhir. Belum lagi dengan pengembangan inisiatif yang terkait
dengan masyarakat sipil.
Laporan terakhir menunjukkan, Turki negara
kedua yang paling banyak memberikan bantuan kemanusiaan setelah AS.
Catatan tahun 2016, Turki mengeluarkan 6 miliar dolar, hanya terpaut 0,3
miliar dolar saja dengan AS.
Pelindung Hak-hak Muslim
Salah satu faktor lain yang
melatarbelakangi inisiatif Turki dalam masalah Rohingya adalah kebijakan
lokal. Yaitu sikap Erdogan terhadap Rohingya yang menganggapnya sebagai
layanan mandiri.
Selama 15 tahun berkuasa (menjadi PM
hingga Presiden), citra Turki yang kuat menjadi dominan di dunia Islam.
Bahkan itu sampai pada rumah-rumah Muslim. Latar belakang agama di Turki
juga mendapatkan prestasi gemilang di bidang politik, media dan
lainnya, setelah tahun-tahun marjinalisasi. Inilah yang menyebabkan para
pendukung Erdogan menyebutnya sebagai “Pelindung Hak-hak Muslim”.
Tragedi Rohingya bukan satu-satunya yang
dibela oleh Erdogan. Bahkan, namanya juga terdepan di berbagai krisis,
seperti kudeta Presiden Mesir, Muhammad Mursi tahun 2012 silam, serta
konfrontasi publiknya dengan tokoh-tokoh Israel dan Barat.
Persaingan Nyata
Sementara Turki berupaya memimpin dalam krisis Rohingya selama berhari-hari, Riyadh tiba-tiba muncul menampakkan dirinya.
Dalam hal ini, Dubes Saudi di Turki
mengeluarkan pernyataan yang menegaskan dukungan kuat mereka untuk
Rohingya. Hal itu juga diikuti oleh Iran, yang berjanji akan segera
mengirimkan bahan bantuan ke Myanmar.
Kilau Erdogan seakan tak luntur. Ia
menjanjikan untuk membawa isu Rohingya ke Sidang Umum PBB pada 19
September. Jelas saja hal itu sangat dihindari oleh otoritas Myanmar
yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi. Pada Rabu (13/09) lalu, Suu Kyi
membatalkan keberangkatannya ke New York untuk menghadiri acara
tersebut.
Pada akhirnya, seruan Erdogan untuk
melindungi umat Islam di seluruh dunia tetap menjadi momen penting dalam
perjalanan kepemimpinan diplomatik Turki. Jika pun kemudian
negara-negara Islam lainnya mengikuti jejak itu, maka standar Turki
adalah “Negara Berkemanusiaan”. (whc/dakwatuna)
Sumber: Anadolu Ajansi Arabic
About author: kemzot_kartika
Cress arugula peanut tigernut wattle seed kombu parsnip. Lotus root mung bean arugula tigernut horseradish endive yarrow gourd. Radicchio cress avocado garlic quandong collard greens.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment