Dakwah dari jajahan iblis laknatullah
ALAA BADARNEH/EPA
Jamaah haji Palestina di Masjidil Haram
REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Bagi
penduduk Gaza yang biasa terkepung, pergi berhaji adalah berkah dari
Tuhan. Orang-orang Muslim yang terpilih bisa terlepas dari penjara yang
selama ini mengurung mereka dalam satu dekade terakhir.
Arab
Saudi biasanya memberikan satu visa haji untuk setiap 1.000 Muslim di
sebuah negara. Palestina memiliki populasi kurang dari tujuh juta. Izin
haji tahunan yang diberikan kepada pemohon dari Tepi Barat termasuk
Yerusalem Timur dan Gaza yakni sekitar 6.500 kuota.
Warga Gaza,
yang merupakan 40 persen dari keseluruhan populasi Palestina yang
berada di bawah pendudukan Israel, berhak atas 2.500 visa. Menteri Awqaf
Palestina mengatakan, bahwa haji tahun ini, terdiri dari 2.640 peziarah
dari Gaza.
Jumlah ini mencakup 1.000 orang keluarga warga
Palestina yang dibunuh oleh pasukan Israel. Mereka akan pergi sebagai
tamu Raja Salman.
Pejabat senior di Kementerian Wakaf Islam di
Gaza, Qadaffi Al-Qatati mengatakan kepada Arab News, kesulitan memilih
warga untuk jadi peziarah adalah satu masalah. "Masalahnya adalah
bagaimana memutuskan siapa yang akan pergi," kata dia.
Saat
membuka pendaftaran untuk ibadah haji di tahun 2010, ada lebih dari 30
ribu warga mengirimkan aplikasi. Bagi mereka ini adalah kesempatan untuk
meninggalkan Jalur Gaza yang mengepung mereka.
Banyaknya
pelamar memaksa kementerian untuk memilih seperti lotere. Selama ini,
kementerian memilih orang secara acak selama tujuh tahun berturut-turut.
Sejauh ini, jarang ada pembukaan pendaftaran baru.
Hal ini
memungkinkan seseorang untuk mengetahui tahun berapa mereka akan pergi
haji. Meski demikian, masalah lain muncul saat mereka tidak bisa
membayar biayanya.
Pada saat yang sama, jika mereka mengizinkan
registrasi baru, maka mungkin jumlah pendaftar baru akan mencapai 100
ribu orang. Warga Gaza tidak dapat menikmati umrah selama tiga tahun
terakhir karena penutupan persimpangan Rafah yang hampir permanen oleh
pihak berwenang Mesir.
Selama bertahun-tahun, masalah lain telah
terjadi. Beberapa calon peziarah sakit dan telah meninggal dunia,
sementara yang lain kehilangan minat atau tidak mampu membayar biaya.
"Kami pun memperkenalkan sebuah sistem pengganti dimana keluarga
terdekat diizinkan untuk menggantikan sanak keluarga mereka yang sakit,
tidak dapat bepergian atau tidak lagi tinggal," kata Al-Qatati.
Jika itu gagal juga, maka otoritas akan kembali pada sistem undian
untuk menentukan siapa yang bisa pergi. Sementara, sistem pengganti
tampaknya telah berhasil karena perjalanan ke Makkah dan Madinah tidak
begitu mudah.
Sementara ini, sekitar 75 biro wisata terdaftar
oleh kementerian pariwisata dan Waqf untuk mengatur perjalanan haji.
Masalah lain muncul pada otoritas perbatasan. Biaya rata-rata
perjalanan, termasuk bus, biaya perjalanan pulang pergi dan akomodasi di
Makkah dan Madinah cukup besar, yakni sekitar 3.000 dolar AS per orang.
Pada tahun-tahun sebelumnya, pelamar haji biasa dapat mengambil
penerbangan dari Bandara Al-Arish terdekat ke Makkah. Namun kekerasan di
Mesir sejak Musim Semi Arab membuat bandara tidak dapat digunakan lagi.
Sebagai gantinya, peziarah harus menghabiskan dua sampai tiga
hari di jalan dan di lounge bandara menunggu untuk naik ke pesawat.
Meskipun ada penundaan yang lama di sisi perbatasan Mesir, penundaan
terbesar adalah dalam perjalanan pulang.
Pelancong mengatakan kepada Arab News
bahwa pihak berwenang Mesir menyita paspor di kedua arah. Mereka
menunggu semua pesawat membawa penumpang Gaza kembali sebelum
mengizinkan konvoi bus jamaah melanjutkan perjalanan ke perbatasan
Rafah. Seringkali, waktu menunggu ini sangat lama.
Redaktur : Agus Yulianto |
Reporter : Lida Puspaningtyas |
sumber :ihram.co.id
0 komentar:
Post a Comment