Pertanyaan: Assalamu’alaikum wr. Wb, Ustadz, jika sebelumnya harta kita banyak yang tercampur dengan harta yang berasal dar...

Cara membersihkan diri dari harta HARAM Cara membersihkan diri dari harta HARAM

Cara membersihkan diri dari harta HARAM

Cara membersihkan diri dari harta HARAM

 Hasil gambar untuk mencuri


Pertanyaan:


Assalamu’alaikum wr. Wb,

Ustadz, jika sebelumnya harta kita banyak yang tercampur dengan harta yang berasal dari sumber-sumber yang haram, seperti menerima suap, korupsi atau bunga bank yang merupakan riba yang diharamkan Allah SWT. Sekarang setelah menyadari dan bertaubat kepada Allah SWT. maka bagaimana caranya kita membersihkan diri kita dari harta yang haram itu ustadz?
Hamba Allah.

Jawab:


Wa’alaikumsalam wrr.wb,

Sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama bahwa taubat yang sebenar-benarnya itu atau yang biasa disebut dengan taubat nasuha adalah adanya keinginan kuat dalam hati untuk tidak kembali lagi melakukan dosa-dosa yang telah dilakukan sebelumnya, dan taubat nasuha ini mempuyai syarat-syarat yang mesti dipenuhi agar taubat kita disebut dengan taubat nasuha.

Di antara syaratnya adalah Ikhlas bertaubat hanya karena Allah SWT., mengakui dan menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukannya dihadapan Allah SWT., mempunyai tekad yang kuat dalam hati untuk tidak lagi mengulangi dosa yang telah dilakukannya dan kalau perbuatan dosa itu berkaitan dengan hak orang lain maka dia harus mengembalikan hak itu kepada yang berhak. Rasulullah SAW. bersabda:
عن أَبِي هُرَيْرَةَ رضي اللَّه عنه أَنَّ رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم قال : مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ لأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا؟ فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِيْنَارٌ وَلا درهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤخَذَ لأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda: “Barangsiapa melakukan kezaliman kepada saudaranya, hendaklah meminta dihalalkan (dimaafkan) darinya ; karena di sana (akhirat) tidak ada lagi perhitungan dinar dan dirham, sebelum kebaikannya diberikan kepada saudaranya, dan jika ia tidak punya kebaikan lagi, maka keburukan saudaranya itu akan diambil dan diberikan kepadanya. [HR. Bukhari).

Oleh karena itu, para ulama menegaskan bahwa harta-harta yang kita dapatkan dari sumber-sumber yang haram atau dengan cara yang haram pada hakikatnya bukanlah harta kita yang boleh kita ambil manfaat darinya untuk diri atau keluarga kita karena itu merupakan harta yang Allah SWT. haramkan bagi orang yang beriman. Allah SWT. menyuruh kita untuk memakan dan mengambil manfaat dari rezeki yang halal lagi baik yang Allah karuniakan kepada kita. Allah SWT. berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِ‌يقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah [2]: 188).
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْ‌ضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah [2]: 168).

Harta yang berasal dari sumber yang haram atau didapat dengan cara yang haram itu dapat kita bagi kepada dua macam. Pertama, yang kita ketahui individu atau intansi pemilik harta haram tersebut, maka dalam hal ini kita harus mengembalikannya kepada pemilik harta tersebut dan tidak boleh diinfaqkan atau disedekahkan untuk kepentingan umat, dan jika ia sudah meninggal maka diberikan kepada ahli warisnya. Karena harta itu adalah hak pemiliknya dan kita harus menyampaikan amanah tersebut kepadanya. Allah SWT. berfirman:
إِنَّ اللَّـهَ يَأْمُرُ‌كُمْ أَن تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. (QS. Al-Nisa` [4]: 58).

Kedua, yang tidak diketahui pemilik harta tersebut atau diketahui tapi sudah tidak mungkin mengembalikan kepadanya karena dia sudah meninggal serta tidak ada atau tidak diketahui ahli warisnya, atau didapatkan dengan cara yang haram seperti jual beli barang haram dan riba dari bunga bank, maka harta itu harus diserahkan demi untuk kepentingan dan kemaslahatan umat seperti membangun sekolah, jembatan, rumah sakit dan lain-lainnya, atau diberikan kepada fakir msikin yang membutuhkannya.

Imam Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ menyebutkan bahwa Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa seseorang yang di tangannya ada harta haram dan ia ingin bertaubat dan membersihkan diri dari harta tersebut, jika ia mengetahui pemilik harta itu maka ia harus menyerahkan harta itu kepadanya atau kepada ahli warisnya jika ia telah meninggal. Dan jika ia tidak mengetahui pemilik harta tersebut maka dia harus memberika harta itu demi untuk kepentingan dan maslahat umat, seperti jembatan, masjid, jalan dan yang lainnya, atau disedekahkan untuk fakir dan miskin.

Pendapat Imam al-Ghazali ini juga merupakan pendapat ulama mazhab Syafi’i yang lain, dan al-Ghazali meriwayatkannya juga dari Mu’awiyah, Ahmad bin Hanbal, al-Harits al-Muhasibi dan yang lain. Hal itu karena kita tidak dibolehkan untuk menghancurkan atau membuang harta itu ke laut tapi harus dimanfaatkan maka pilihannya adalah digunakan untuk maslahat kaum muslimin.

Bagi yang ingin membersihkan dirinya dari harta yang haram yang selama ini bercampur dengan harta-harta lain yang halal, maka dia harus berijtihad dan berusaha semampunya mengaudit hartanya untuk mengetahui mana dari sekian hartanya yang haram dan mana yang halal sampai dia yakin bahwa harta yang tersisa semuanya adalah harta yang halal baginya.

Dan harta itu harus dikeluarkan atau diserah demi untuk kemaslahatan umat dengan niat taubat dan menjauhkan diri dari barang haram bukan dengan niat zakat, sedekah atau infaq karena Allah SWT. tidak akan menerima zakat, infaq dan sedekah dari seseorang dan membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda kecuali dari harta yang halal dan baik. Rasulullah SAW. bersabda:

عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إن الله تعالى طيب لا يقبل إلا طيبا وإن الله أمر المؤمنين بما أمر به المرسلين فقال تعالى: ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ). وقال تعالى: ( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ). ثم ذكر الرجل يطيل السفر أشعث أغبر يمد يديه إلى السماء يا رب يارب ومطعمه حرام ومشربه حرام وملبسه حرام وغذي بالحرام فأنى يستجاب له). رواه مسلم.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. dia berkata: Rasulullah SAW. bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT. itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana Dia memerintahkan para rasul-Nya dengan firmannya: “Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalihlah.” (QS. Al-Mukminun [23]: 51). Dan Dia berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian”. (QS. Al-Baqarah [2]: 172).

 Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang melakukan perjalanan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia memanjatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata : Yaa Rabbku, Ya Rabbku, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan. (HR. Muslim).

Wallahu a’lam bish shawab..

sumber : http://aqlislamiccenter.com

0 komentar: